Pandemi belum berakhir. Namun industri buku di seluruh dunia mulai bergeliat lagi. Bahkan tak sedikit yang berani meluncurkan buku baru bertandatangan.
Dari dalam negeri, ada Sapardi Djoko Damono yang meluncurkan buku antologi puisi “Mantra Orang Jawa”. Tanggal 30 Juni cerpenis sekaligus dalang opera Indonesia Kaya, Agus Noor, juga membukukan kegelisahannya dalam “Kisah-Kisah Kecil & Ganjil Malam 1001 Pandemi”.
Di hari yang sama di Inggris dan Amerika Kevin Kwan akan meluncurkan buku “Sex and Vanity”. Apa kesamaan ketiganya? Selain sama-sama diluncurkan di masa pandemi, ketiganya menjual edisi perdana bertandatangan.
Menariknya, buku bertandatangan Kevin Kwan ini sudah bertebaran di toko buku Amerika Serikat. Bahkan Periplus Indonesia pun ikut melelang salah satu buku tersebut besok, 30 Juni 2020 jam 8 pagi sampai 4 sore. Lelang dilakukan di tautan ini.
Sebelum kamu ikut lelang atau prapesan buku bertandatangan, ada baiknya kamu tahu jenis-jenis autographed book.
- Buku hand-signed masal

Buku bertandatangan masal belakangan ini semakin populer di Indonesia. Bahkan aneh rasanya kalau ada toko buka membuka prapesan tanpa tandatangan penulis.
Teknis tandatangan yang paling lazim, penerbit menyodorkan buku-buku yang sudah siap edar untuk ditandatangani penulisnya. Ada juga penerbit yang hanya menyodorkan lembar sampul dalam untuk ditandatangani. Lembar ini kemudian baru dijilid bersama lembar lain di buku.
Bagi penulis, menandatangani ratusan bahkan ribuan buku pasti melelahkan. Wajar kalau harganya lebih mahal. Anehnya, sekaligus bikin saya gemas, buku bertandatangan di Indonesia harganya malah jauh lebih murah dibanding harga normal!

Mungkin saya sedikit bias karena secara buta mengagumi segala macam karya Agus Noor, tulisan maupun panggung teatrikal. Mengetahui Beliau menandatangani buku tanpa mesin atau alat bantu, tersinggungnya pun jadi berlipat.

Edisi perdana buku ini sepertinya ditandatangani dengan Drawing Pen Snowman hitam 1 mm. Bukan tipe pena yang lazim untuk tandatangan, namun tetap menarik. Terlihat gurat-gurat lelah si pulpen yang sudah memudar dan ujungnya (tip) terbelah. Tanda si pulpen sudah kerja keras.
Biasanya pena yang digunakan untuk hand-signed adalah fountain pen. Semakin bleber tintanya semakin greget. Namun sekarang semakin jarang orang pakai fountain pen. Sudah berganti ballpoint, gel pen, atau rollerball pen.
2. Hand-signed book bernomor
Jenis hand-signed bernomor ini biasaya khusus edisi terbatas. Misal boxset, atau deluxe set yang hanya dibuat dan ditandatangani secara terbatas.
Buku Decision Point tulisan mantan Presiden Amerika Serikat George W. Bush, misalnya. Penerbitnya mengeluarkan 250 deluxe set dengan kotak berbahan kulit, ditandatangani spidol warna emas. Setiap set diberi nomor 1 – 250. Harganya sudah pasti melejit dari harga hardcover USD 22 (Rp 316 ribu) menjadi USD 1.000 (Rp 14 juta).

3. Personal hand-signed
Personal hand-signed tentu yang paling ditunggu kebanyakan kutu buku. Kesempatan bertemu, lalu minta tanda tangan dengan nama kita di situ.

Bagaimana harganya di pasaran? Ini tergantung siapa pemiliknya. Biasanya kalau pemiliknya kolektor, pejabat, atau orang ternama pasti mahal. Meski demikian tren di Indonesia belum mengarah ke sana. Euforia bertemu penulis masih lebih besar dibanding koleksi edisi perdana bertandatangan bekas orang ternama.
4. Autopen signed book
Autopen adalah mesin yang dapat menirukan tandatangan dengan sangat presisi. Hasilnya pun lebih rapi dibanding hand-signed. Meski demikian, buku autograf jenis ini yang paling dihindari kolektor buku luar negeri.

Tandatangan yang rapi adalah ciri autographed book dengan autopen yang paling kentara. Tidak ada bleber tinta pena itu pasti. Karena kemampuannya menghasilkan tandatangan 1000 kali dalam sejam, autographed book dengan autopen jauh lebih murah dari hand-signed book. Selisihnya hanya sekitar USD 3 di atas hardcover tanpa tandatangan.
Tidak ada toko buku yang secara gamblang mengatakan signed copy yang dijualnya menggunakan autopen. Tetapi tidak terlalu sulit untuk memeriksanya.

Saya cukup yakin penerbit buku Finding Chika edisi Amerika Serikat ini menggunakan autopen dengan berbagai versi tandatangan. Goresannya terlalu rapi tanpa bleber untuk ukuran hand-signed.
Keengganan memiliki signed copy dengan autopen ini jadi ladang bisnis bagi toko buku seperti Premiere Collectibles. Ia menerbitkan sertifikat digital yang menyatakan bahwa buku tersebut ditandatangani dengan tangan alias hand-signed.

Dengan modal selembar sertifikat keaslian ini, Premiere Collectibles mampu menjual buku bertandatangan dengan harga jauh di atas toko buku biasa.
5. Tandatangan Digital
Saya baru tahu ada buku dengan tandatangan digital baru-baru ini. Itu pun tidak sengaja, karena saya beli (bukan prapesan) buku Mantra Orang Jawa cetakan perdana di sebuah toko buku online.

Entah kenapa Gramedia selaku penerbit membiarkan tandatangan digital ini dibiarkan penuh coretan. Tetapi saya suka coretan-coretan ini. Yang saya nggak sreg hanya format digitalnya. Entah mana yang lebih baik, buku bertandatangan digital atau tidak bertandatangan sama sekali.
Mungkin bagi saya lebih baik tidak bertandatangan sama sekali. Jadi semacam memberi ruang untuk berburu tandatangan langsung ke Eyang Sapardi lagi. Hehehe…
Itu tadi 5 jenis tandatangan dalam autographed book. Mana yang paling kamu suka?