Ketika pertama kali membuka mata untuk dunia, adalah keluarga yang menerima kita.
Ada sejuta keajaiban di sana, di dalam sebuah keluarga. Keajaiban yang hangat dan selalu membuat kita nyaman, enggan meninggalkan.
Itulah yang saya rasakan di lingkaran Bani Siswoyo. Lingkaran dengan diameter sangat besar. Ketika kita memasuki lingkaran itu, segala permasalahan di kantor, tugas rumah yang menumpuk, semua terlupakan sesaat. Terlebih lagi pada momen bahagia seperti Idul Fitri.
Sepanjang sembilan belas Idul Fitri yang pernah saya rasakan, Idul Fitri tahun ini adalah yang paling berkesan. Mungkin karena saya sedikit bosan dengan ritual Bani di tiap tahunnya. Setiap momen lebaran tiba, selalu ada tradisi yang wajib dilakukan di Bani ini. Mulai dari memasak bersama, sungkeman, ziarah, dan sebagainya. Namun tahun ini ada yang berbeda: photo session dan family game.

Photo session dilakukan di halaman belakang kediaman Bu Dhe Ismi, di Jatibarang Kabupaten Brebes. Dengan latar hamparan sawah pasca panen yang menguning dan langit pagi yang membiru, kami bebas narsis. Dari photo session ini, tampak bakat leadership keluarga. Semua mengatur gaya satu dan yang lainnya. Terlalu banyak pengarah gaya. Hahaha…

Tapi itulah serunya!! Namanya juga tiyang sepuh, frame gaya yang ada di pikiran beliau terkadang masih rada jadul juga. Gaya 70-an lah. Hahaha…
Yang anak-anak, saya rasa sedang berada di mood yang salah. Semestinya pada momen berharga seperti ini mereka bisa bergenit-genit ria. Namun tampaknya peperangan ala bocah baru saja terjadi. Akhirnya ya beberapa di antaranya keep merengut. Bagaimanapun juga, photo session tetap berjalan lancar, aman, dan TETEP NARSIS karena setelah itu kita main game!!



Afiz Be Te 😦 - Uli mrengut.. 😦
Adik-adik, jangan ngambek mulu ya.. Bermain, yuk!!
Permainan pertama begitu menyenangkan dan seru. Anak-anak diminta memindahkan air dari sebuah ember ke botol masing-masing dengan satu gelas kecil. Betul-betul fun, momen yang dipenuhi antusiasm dan teramat disayangkan untuk dilewati begitu saja.

Bahkan Mona pun rela sedikit memaksa kakinya mengenakan sepatu Bu Dhe Ismi, karena sandalnya entah ke mana. Tidak peduli sepatu siapa, yang penting tetep eksis! Hahaha…

Permainan kemudian dilanjutkan di arena indoor, lomba kelereng. Permainan kali ini tak kalah seru, meski ada sedikit chaos ala bocah. Daud menjatuhkan sendok-kelereng di mulut Arif. Melihat tingkah adiknya, Noval marah, dan terjadilah ‘chaos ala bocah’ itu. Saat chaos terjadi, semua cuma bisa melihat dari tempat yang aman, karena amukan mereka mantab sekali. Betul-betul jagoan rupanya, sampai saya bingung bagaimana memasukkan momen tersebut ke dalam kamera butut saya. Untunglah si Bapak segera ‘tanggap darurat’ siaga 1, melerai kakak-adik yang sedang menunjukkan kemesraan mereka dengan cara berbeda. Noval dan Daud segera ditarik ke tepi arena, diberi wejangan ala Mas Opank episode Being A Wise Daddy.



That’s the art of family. Meski bertengkar, saya yakin ada rasa sayang di sana. Noval ‘menegur’ adiknya juga untuk tujuan yang tidak buruk. Dia punya cara mengingatkan adiknya untuk tidak usil. Two thumbs up, boys!!
Untuk anak-anak, masih ada satu permainan lagi. Permainan khas tujuhbelasan yang tak pernah lekang dimakan usia, MAKAN KERUPUK!

Kali ini pesertanya tidak hanya anak-anak, bapaknya anak-anak juga boleh ikut. Tapi.. Entahlah, lomba makan kerupuk kali ini benar-benar berbeda dari yang pernah saya lihat. Semua penonton berhak mengusik peserta, mengganggu tali rafia sehingga tali bergoyang tak karuan. Pesertanya pun tak kalah nyleneh. Beberapa di antaranya malah makan krupuk dengan tangan, tidak langsung dari krupuk yang digantung.



Mungkin Reyhan sedikit lebih fair. Dia makan krupuk dari tali, tetapi juga dibantu kedua tangannya. Lebih fair lagi, dia juga berbagi kerupuknya dengan Mona.


Ck ck ck.. Ya sudahlah, yang penting tetap semangat, tetap ceria, dan tetap bersama. 🙂
Permainan berikutnya.. Maaf, saya lupa nama permainannya. Aturan permainan ini, peserta berdiri melingkar, berhitung dari angka satu. Setiap angka 3 dan kelipatannya, peserta tidak boleh menyebutkan angka tersebut melainkan bertepuk tangan sekali.

Permainan ini membutuhkan kecermatan dan konsentrasi. Tak heran bila para ‘sesepuh’ lebih dulu gugur. Lucunya, terkadang mereka tidak sadar melakukan kesalahan hingga peserta lain menertawakannya. Atau, kalau pun peserta sadar melakukan kesalahan dengan menyebut ‘angka terlarang’, ia akan segera menutup mulut seolah tidak mengucapkan sepatah kata pun.


Tapi ya tetap saja, peserta lain selalu lebih jeli menangkap kesalahan lawan mainnya. Permainan ini murni bersifat kekeluargaan. Meskipun di luar ia seorang camat, pensiunan, manager, direktur, di lingkaran ini semuanya sama, mendapat perlakuan yang sama ketika melakukan kesalahan dalam permainan. Repotnya kalau peserta latah, mudah sekali untuk salah dan tereliminasi dari permainan.

Setelah satu per satu tereliminasi, tersisa tiga peserta yang harus bersaing ketat membuktikan bahwa mereka cermat dan fokus. Tiga peserta tersebut adalah generasi muda Bani Siswoyo, Mas Novit, Mbak Nana, dan Anti. Mungkin, karena Mas Novit generasi muda yang tidak terlalu muda (maaf, Mas! Hehe..) akhirnya ia pun tereliminasi, hingga tersisa Mbak Nana dan Anti.

Last but not least, masih ada satu permainan lagi. Yang ini khusus untuk pasutri Bani Siswoyo: tenis meja alias ping-pong.

Dalam pertandingan ini, kemampuan pasutri bekerjasama dan berkomunikasi betul-betul di uji. Apabila tidak terjalin kerjasama dan komunikasi yang baik, alih-alih memukul bola malah memukul istri atau suami sendiri. Nah lho!

Dari atas lapangan tenis meja ini tampak Bani Siswoyo dalam kemasan yang lebih orisinil. Di pertandingan tersebut terlihat siapa yang berbakat menjadi atlit tenis meja, siapa yang selalu menang tenis meja lantaran lawan mainnya karyawan sendiri (yang notabene mengalah asal bos senang), bahkan siapa yang belum pernah bermain tenis meja. Untuk kategori yang terakhir ini tidak bisa disepelekan. Kalau istri jarang bermain tenis meja, ada suami yang meng-cover. Atau misalnya suami tampil kurang prima (karena menang lawan bawahan saja), ada istri yang menjadi semangat tersendiri. Seberapa tinggi jabatan di kantor, tidak akan terlihat di arena tenis meja manakala ia tidak mampu menaklukkan lawan.



Inilah seni berkeluarga. Kalau dipikir (saja), Bani Siswoyo dengan jumlah anak 10 orang, cucu dan buyut lebih dari 50, hampir tidak mungkin rasanya bisa berkumpul dan berbagi keceriaan seperti ini. Tapi, subhanallah, ketika kita ingat betapa hangat dan nyamannya berada di tengah keluarga, tidak ada yang tidak mungkin, termasuk narsis bersama keluarga. 🙂





berhitung dari angka satu. Setiap angka 3 dan kelipatannya, peserta tidak boleh menyebutkan angka tersebut
melainkan bertepuk tangan sekali. Permainan ini membutuhkan kecermatan dan konsentrasi. Tak heran bila para
‘sesepuh’ lebih dulu gugur. Lucunya, terkadang mereka tidak sadar melakukan kesalahan hingga peserta lain
menertawakannya. Atau, kalau pun peserta sadar melakukan kesalahan dengan menyebut ‘angka terlarang’, ia
akan segera menutup mulut seolah tidak mengucapkan sepatah kata pun. Tapi ya tetap saja, peserta lain selalu
lebih jeli menangkap kesalahan lawan mainnya. Permainan ini murni bersifat kekeluargaan. Meskipun di luar ia
seorang camat, pensiunan, manager, direktur, di lingkaran ini semuanya sama, mendapat perlakuan yang sama
ketika melakukan kesalahan dalam permainan. Repotnya kalau peserta latah, mudah sekali untuk salah dan
tereliminasi dari permainan. Setelah satu per satu tereliminasi, tersisa tiga peserta yang harus bersaing ketat
membuktikan bahwa mereka cermat dan fokus. Tiga peserta tersebut adalah generasi muda Bani Siswoyo, Mas
Novit, Mbak Nana, dan Anti. Mungkin, karena Mas Novit generasi muda yang tidak terlalu muda (maaf, Mas!
Hehe..) akhirnya ia pun tereliminasi, hingga tersisa Mbak Nana dan Anti.
wah, seru banget neh..
excelent . .
TOB BGT…!!!! Go go go…
tidak semua orang bisa berbagi cerita dg tulisan. Sip!
revisi tehnik tulisnya
yang adaptasi/nyomot bahasa asing/jawa pakai italic ya…
Bagus! Narasi foto yang membantu orang memahami apa yang terjadi setiap moment yang terekam. Bila yang ingin diangkat adalah isi artikelnya, maka foto perlu diposisikan sebagai pelengkap saja.
dua jempol tik… ini semacam wartawan foto (entah apa namanya) yang mau menjelaskan setiap momen yang terekam oleh kamera… betul?…. itukah tujuannya?…
@ Galihmuktiaji: Thanks, Sir! Blog mu gag kalah seru koq, manfaat banget! Lanjutkan! ;P
@ Bapak: Maturnuwun… :-*
@ Papa Rey: Maturnuwun.. 🙂 Maaf neh belum sempat ijin karna memuat poto Rey. Nti royalti gampang diatur la.. Hehehe..
@ Ani Murniati (mommy) : Maturnuwun.. :-* Ok, revisi dilaksanakan, Mom!
@ (Mas) Opang: Hohoho… Sebenernya sih pengen memuat semua foto, tulisan sekedar pelengkap. Tapi masih belum optimal ya? Ok ok, maturnuwun masukannya, jadi pembelajaran wat Tika. 🙂
@ (Mbak) Desi: Bethul bethul (ala Upin-Ipin). tapi memang belum optimal. Biasa bikin straight news, ini bikin deskripsi foto. Gag gampang, ternyata. O ya, koq gag ada foto Fira-Fari merengut ya? Sip dah emaknya! :-bd
Wa………………
Bagus banget mbak tik!!!!!!
Tapi curang, kok ga da fto kt ber4???
he,.
Tapi blogny mbak Tika KEREN bangetz!!!!!!!!!!
kapan2 ajarin aq yo…
Wa………………
Bagus banget mbak tik!!!!!!
Tapi curang, kok Q ga bisa nulis2 kaya gni ya???
he,.
Tapi blogny mbak Tika KEREN bangetz!!!!!!!!!!
kapan2 ajarin aq yo…
WAJIB!!!
Thanks, Sist..
Foto ber4 ada tuh, paling terakhir.
Gampang la.. Yang penting kamu sering-sering nulis aja dulu.
He, tadi ga teliti.
Pis!!!!
lombany kapan nie??
Ditambahi yg bagus2 lagi ya….
Ciep…..
Oks oks.. Moga dapet waktu n mood yang tepat lagi. Hehehehe…
wah keren cara publikasiny…mantab…
Publikasi? Hm.. Berasa jadi Sie Pubdok. Hohohoho…
apik Tik…. bravo!!
Terima kasih, Ummi.. 🙂
Eh, tapi ini Ummi yang mana ya? Masa ummi (ibu) ku? Hihihihi…
diingetin… protes!!!! foto fari-fira mrengut gak ada wong emang gak ada fotone….. fira yang digendong tuh asline lagi mrengut… tapi dah diajari managemen mrengut jadi di foto tetap OK…. hihi… like mother like daughter lah…
hahae… gud… potoku manah?? huw..
@ Mbak Eci: Hahahaha… Makanya, ayo di-share gimana manajemen mrengutnya.. Jadi kalo abiz ada pertempuran bocah-bocah, tetep chic di depan kamera. Hihihihi…
@ Tampan (nulis nama ini dg sangat terpaksa): Mas Tampan ya? Wah, lha keluarga saya tampan semua jeh, jadi ya tinggal milih aja..
Masalah tulisan menurut saya sich salah-salah dikit ga pa pa. Yang penting maksudnya tersampaikan. Toh ini bukan karya ilmiah akademik. Asik juga ya acaranya, jadi sorganya anak-anak tuh. Jadi ingat adek-adek siaga, sukanya kan emang main-main.
Assalamu’alaikum. Just blog hicking. permisi….
Oks oks.. Saya juga masih siaga koq. Jadi masih suka main-main juga. Hahahahahaha….
🙂
Hi Mbak Tika. Posting ini diikutkan lomba ya? Saya do’akan moga berhasil dapat juara. Tapi kalau dapat juara jangan lupa ya bagi hadiahnya ya! xi xi xi :mrgreen:. Canda Mbak..!!! Salam.